Rabu, 04 Juli 2012

Why Oh Why?


                                                                 Why Oh Why?

JFlow sudah dibeli. Uang bicara. idealis berganti realistis. Munafik. Plin-plan. Semua ucapan diatas, sampai yang terlalu kasar untuk gue muat disini, datang bertubi-tubi ke gue semenjak iklan kampanye pilgub Foke-Nara tayang di berbagai media.
Gue ngga menyalahkan pengirimnya, karena gue menghargai perbedaan pandangan dan pikiran yang berujung pada pengambilan keputusan tiap orang yang pastinya akan berbeda pula. Gue harap lo bisa memahami itu seperti guepun memahami opini lo terhadap gue saat ini J

Sebelum gue membeberkan alasan kenapa gue memutuskan memberikan opini pribadi gue untuk ditayangkan secara luas (catat, bukan mengajak siapapun untuk memilih atau mencoblos Foke-Nara), ijinkan gue untuk mengajak kalian mencermati kata perkata yang gue ucapkan di iklan kampanyenya.
Awalnya gue ga terkesan, tapi setelah melihat data, fakta dan rencana kerjanya…okelah kita kasih satu kesempatan lagi untuk Fauzi Bowo”
Kalimat ini secara jujur dan (menurut gue) cukup gamblang menjelaskan alasan dibalik keputusan gue. Dan berbeda dengan endorser lainnya, gue mengajukan syarat bahwa kata-kata yang akan gue ucapkan didepan kamera haruslah kata-kata dari gue sendiri dan ditampilkan utuh. Gue tidak membaca skrip apapun, teman-teman, semua kata-kata itu murni berasal dari pemikiran gue. Bahkan ekspresi muka guepun menunjukkan perasaan gue yang sebenarnya, bukan arahan sang sutradara atau siapapun.

Foke adalah satu-satunya Cagub yang mengundang gue secara personal untuk diajak bicara soal masalah Jakarta. Dia juga satu-satunya yang mempersilakan gue berbicara mengeluarkan unek-unek gue yang seabrek soal Jakarta, sebelum kemudian gantian menceritakan ide dan rencananya.
Gue ga senaif itu untuk menelan bulat-bulat setiap kata-katanya. Gue menyanggah, mempertanyakan, bahkan menyudutkan dalam beberapa kesempatan. Ada nama-nama yang cukup dikenal yang juga hadir dalam pertemuan itu yang tidak etis untuk gue sebutkan disini tanpa persetujuan mereka. Foke tidak sempurna, bahkan jauh dari itu. Tapi cuma dia yang memberi gue kesempatan mendengar dan didengar secara langsung. Cuma dia yang memungkinkan untuk suatu waktu kelak gue tagih realisasi programnya dan gue “hajar” bila ingkar.

Mungkin pilihan gue bukan yang terbaik menurut kebanyakan orang, tapi gue berprinsip gue lebih baik memilih yang bisa gue tagih. Gue ga kenal secara pribadi dan mendalam dengan ke5 pasang kandidat lain. Bukan salah mereka juga tidak mengajak gue bicara dan mengenal mereka lebih jauh. Ini masalah pilihan, dan hidup menghadapi konsekuensinya.
Bila ternyata pilihan gue salah, guepun akan menanggung apapun konsekuensinya. Harganya mungkin akan sangat mahal. Mungkin karir, mungkin reputasi, mungkin persahabatan dan pertemanan. Tapi seorang laki-laki harus bisa membuat keputusan dan hidup dengan resikonya, seberat apapun itu.
I’m on my own in this. Gue mohon tidak usah dikait-kaitkan dengan label atau nama apapun yang menempel/ diasosiasikan dengan gue.

Gue tulis ini bukan untuk mendapat persetujuan atau restu lo, just wanna set the record straight.
Maaf buat yang selama ini bertanya atau menyindir di twitter, baik mention maupun (kebanyakan) no mention, dan tidak gue jawab. Gue ga mungkin menjelaskan ini dalam 140 karakter, sama seperti gue ga berharap lo memahami pilihan gue dalam beberapa menit kedepan. Cuma 1 yang gue mohon, percayalah, guepun menginginkan yang terbaik untuk kota gue tercinta. With my own way, that is.

J