Senin, 17 Oktober 2011

RBT Rejeki Bagi Telco?

Musisi, label, dan industri musik Indonesia heboh karena rencana BRTI dan Menkominfo untuk "menertibkan" regulasi dan praktek pemasangan RBT (Ring Back Tone) di ponsel konsumen.
Gue pribadi tidak merasa terganggu atau khawatir, mungkin karena selama ini rejekinya memang bukan dari situ, atau mungkin karena gue percaya bahwa musisi tidak seharusnya tergantung pada pemasukan dari RBT. Jujur, fenomena RBT juga berkontribusi terhadap banyak lahirnya "musisi/penyanyi RBT" yang fokusnya bukan lagi menghasilkan karya yang bagus secara detail tapi mengasilkan sesuatu yang bisa dipotong 30 detik dan terdengar "aman" untuk speaker ponsel. Kerja keras musisi sejati di studio, menghabiskan berjam-jam mengulik sound yang diinginkan, mengawasi proses mixing sampai kepuasan itu tercapai akan terasa percuma saat lagu dipotong 30 detik dan kualitas bitrate diturunkan sampai serendah mungkin dengan output mono pula. Kalau alasannya orang Indonesia tidak mau membayar tiket konser dan beli cd original, coba tanya lagi kenapa mereka seperti itu. Mungkin kami, musisi, yang harus bekerja lebih keras sehingga penikmat musik tidak merasa keberatan/rugi untuk mengeluarkan uang demi menikmati karya dan kerja keras kami. Jangan dibalik. Masyarakat berhak memilih bagaimana mereka mau menggunakan uangnya. Gue jauh lebih takut bila live performance yang dilarang/dipersulit, karena tidak ada kenikmatan yang melebihi manggung secara live dihadapan orang2 yang menghargai karya si performer.

Gue mengapresiasi dan setuju dengan langkah Menkominfo yang mewajibkan semua telco (telecommunication company) dan CP mereset semua subskripsi dan mengUNREG semua pelanggan sejak tadi malam pkl 00.00. Dengan begini, tidak ada yang terjebak, dan musisi yang sangat mengandalkan RBTpun bisa secara obyektif melihat seberapa besar angka penjualannya secara murni tanpa "akal2an" telco lagi. Coba pikir, tetap saja musisi mendapat share paling kecil dari scheme RBT ini. Keuntungan terbesar ada di telco, kemudian label, penulis lagu (syukur2 si musisi menulis lagunya sendiri) dan kemudian si musisi. Jadi harusnya yang paling panik dengan masalah ini ya si telco, bukan musisi. Gue bukan musisi kaya dan terkenal, main di TV membawakan karya gue aja bisa dihitung pakai jari. Tapi gue bisa bilang gue hidup berkecukupan dengan bagi2 lagu gratis, berjualan cd album dan membuat konser berbayar sendiri secara rutin. Musisi ada untuk berkarya, uang dan ketenaran dan lainnya akan mengikuti bila kualitas dan konsistensi dipelihara. Maaf bila terdengar sok tau, atau menggurui maupun menyinggung siapapun. Ini yang gue tau dan gue rasa, guepun menghormati bagi yang tidak sependapat. Intinya, jangan biarkan apapun menghalangi kita berkarya.

Music for life!!
@jflowrighthere

1 komentar: