Kamis, 19 Juni 2014

Aku Nomor Satu

Aku Nomor Satu

Buat yang sudah cukup lama mengikuti perjalanan karir saya mungkin sudah mengerti bahwa saya terbiasa bekerja dengan target dan standar yang “tidak biasa”. Laku tidak pernah menjadi tujuan, tapi nomor satulah yang terpenting. Kelas dan kualitas adalah patokan, kisi-kisi, bahkan kitab suci saya dalam berkarya. Ini merepotkan rekan kerja, management dan bahkan diri sendiri. Di postingan sebelum ini berjudul “Sepadankah” saya sudah bercerita tentang bagaimana proses kerja seorang perfeksionis keras kepala seperti saya ini. Nomor satu, atau tidak sama sekali. Never settle for anything but the best.
Saya selalu tergiur dan termotivasi dengan jargon “go international” sedari dulu. Lagu-lagu berbahasa Inggris tetap ngotot saya hasilkan walau sulit diterima disini karena impian bisa menembus panggung dunia dan membuat harkat Indonesia terangkat diluar sana. Bagaimana hasilnya? Masih jauh dari yang saya impikan walaupun sudah mulai ada pembuktian-pembuktian kecil yang menyemangati diri sendiri (TONITE, RISE N FALL http://playrushbros.com/the-music/). But I want more. Saya selalu berhasil dan haus untuk menemukan gunung yang lebih tinggi lagi untuk didaki.

Kemudian muncul pemilihan presiden 2014. Dengan semua karakter, filosofi, pembawaan, target, pencitraan (kalau dianggap begitu, hehe) yang melekat pada saya, pastinya mudah tertebak pasangan mana yang akan merebut dukungan saya dong? Seseorang yang cukup mengingatkan saya pada diri sendiri. Berani, kuat, tegas, cerdas, percaya diri, pandai merangkai kata dan bahkan memiliki quotes mirip dengan lagu WE ARE ONE maupun INDONESIA STANDUP saya: Indonesia bangkit, maju, macan asia, taklukkan dunia dan sebagainya.
Saya akui, he stole my attention. Anda, dan juga saya, kelas menengah Indonesia pastinya senang dengan hal-hal seperti itu. We hang out with other cool people at cool places. Kita menyelipkan istilah-istilah asing kedalam pembicaraan kita. Penampilan penting buat kita. Panas-panasan dan “blusukan” tidak ada dalam agenda Anda dan saya. So, the number one guy is our perfect option, right? 

Wrong. Think again. Kita anak muda, kita menuntut dan melakukan perubahan. Kita kelas menengah, kita dinamis dan suka cara-cara baru. Kita berpikiran terbuka, kita menyukai ide globalisasi. Kita tidak suka dikekang, tidak suka protokoler. Kita mau punya pemimpin yang mendunia tapi juga membumi sehingga dia selalu ada dalam jarak jangkau kita.
Setelah 3 minggu full melakukan riset dari berbagai literatur dan obrolan langsung dengan beberapa teman yang pernah bekerja atau berinteraksi dengan kedua calon presiden kita, saya memantapkan pilihan. Saya mau Indonesia punya pilot baru yang belum pernah punya masalah di penerbangan-penerbangan sebelumnya. Kali ini, saya mau jadi nomor 2! 

"Ga lo banget, J". Gue tau. Saya yakin sebagian kita masih ingat bahwa di PilGub DKI 2012 saya tidak mendukung atau memilih pak Joko Widodo. I wasn’t convinced. Track recordnya saya anggap biasa saja dan belum teruji untuk level ibukota. Tetapi setelah merasakan langsung sebagai warga DKI Jakarta yang setiap saat bersentuhan dengan birokrasi, fasilitas, pembangunan dan sebagainya, saya dengan fair dan obyektif bisa menyatakan pak Jokowi dan wakilnya pak Basuki sudah melakukan perubahan yang berani lewat cara-cara yang tegas.
Bisakah pak Jokowi tegas sebagai presiden? Dia kan sipil! Tahukah kamu kalau Bung Karno itu bukan dari militer? Beliau insinyur, sounds familiar?
Presiden kita saat ini seorang Jenderal. Tegas? Nilai sendiri deh :) Gubernur Jakarta yang Jenderal, yang ahli lulusan luar negeri belum pernah bisa beresin Tanah Abang dan Waduk Pluit, si kurus dari Solo bisa. Not to mention the shutdown of Stadium. Tegas, tapi tetap asih welas.
Kemampuan berbahasa Inggris? Itu bisa ditingkatkan. Belum canggih aja pak Jokowi sudah ditetapkan sebagai satu dari “World’s 50 Greatest Leaders” versi Fortune Magazine dan "Man Of The Year" majalah Globe Asia. Didalam negeripun semenjak menjabat walikota sudah menerima berbagai penghargaan atas kinerjanya. Saya bukan penggemar beliau, selera musik aja udah ga nyambung, beliau metal saya hiphop. Tapi berbicara obyektif, sebagai musisi yang ingin go international lewat karyanya, dan sebagai orang Indonesia yang sudah terlalu lama menunggu lahirnya pemimpin yang bisa saya banggakan sampai ke ujung dunia, saya berketetapan memilih pak Joko Widodo orang Solo berpenampilan “ndeso” tapi sudah berhasil menarik perhatian dan respek internasional atas kerja dan hatinya. I want to see my president’s face all over the news, magazine covers, newspaper headlines, for all the right reasons. Bukan karena masa lalunya yang diungkit-ungkit oleh negara-negara yang tidak senang, oleh bom waktu kasus-kasus bawaan pendukungnya yang diajaknya bergabung. No way! Gue ga rela kita dihina dan ditertawakan karena membesarkan macan yang salah. Usaha saya dan teman-teman musisi yang idealis membanggakan Indonesia akan sia-sia bila kita kembali ke jaman ala orba dan rezim otoriter.

Akhirnya, Saya cinta pekerjaan saya. Profesi sebagi musisi/ penghibur sudah membawa saya keliling negeri ini dan ke mancanegara. Satu hal yang saya selalu temukan, daya tahan orang Indonesia itu luar biasa. Kita melewati penjajahan, perang kemerdekaan, orde lama, orde baru (silakan digugel ya adik-adik) dan reformasi. Tapi hari ini kita masih berdiri bersatu. Kita bukan Mesir, kita bukan Suriah. Bahkan Thailand negara monokultural yang jauh lebih kecil dari kita ada dalam kondisi yang jauh lebih parah. Orang Indonesia tidak cengeng dan manja, kita mau dan siap bekerja. Maka dari itu kita butuh pemimpin yang terbukti bekerja, bukan yang berjanji akan bekerja. Mungkin dia benar berniat akan menjalankan janjinya. But we just can’t afford that risk. Negara ini sedang tidak dalam posisi sanggup berjudi. Kita harus memilih resiko terkecil, this is emergency status. Pilih yang rekam jejaknya jelas dan berjenjang: Seorang anak desa yang terus mendapatkan promosi jabatan karena DIPERCAYA. Bukan karena hubungan saudara/ keluarga dengan atasan tertinggi yang melejitkan karirnya. Ini bukan black campaign, this is fact campaign. Kita butuh pemimpin yang mengerti kebutuhan paling mendesak kita adalah Revolusi Mental, mengapa? Karena aset terbaik bangsa adalah warganya, bukan hasil alamnya. Bocor yang perlu ditambal bukan cuma bocor SDA (bukan merujuk mantan menteri) tapi juga kebocoran mental dari para pemimpin terutama muka-muka lama yang masih berseliweran sampai saat ini. Good musicians attract other good musicians to colaborate. Good music attract good crowd. Good candidate attract good people in his team. Silakan renungkan kenapa ada perbedaan tajam di karakter, rekam jejak dan kualitas pendukung masing-masing capres. Saya harap kita semua akan memilih yang benar dan terbaik di 9 Juli nanti. Tidak ada pilihan yang sempurna, pilihlah yang terbaik dari yang ada. Apapun pilihanmu, kita tetaplah saudara sebangsa yang cinta mati sama Indonesia. 

Dua. Karena satu tidaklah cukup. 
J

1 komentar: