JFlow-Duniaku (My World) (DREAMBRAVE-2011)
Singkat aja, minta komentarnya dong :)
JFlow
#LDR: Listen-Download-Respect
Jumat, 23 November 2012
Minggu, 11 November 2012
Beli Kembali Negeri Ini
Tebus Indonesia Kita
Apa rasanya tinggal di rumah yang statusnya digadaikan, dan
lebih gilanya lagi lo ga tau gimana cara nebusnya, berapa tebusannya dan kepada
siapa lo harus bayar?
Bukan mau sok dramatis, tapi itulah yang gue rasakan
hari-hari ini tinggal di Indonesia, (seharusnya) rumah kita tercinta.
Kalau ini rumah kita, kenapa ada banyak hal yang tidak bisa
kita lakukan didalamnya karena katanya itu sudah bukan hak tuan rumah lagi?
“Jangan sentuh meja itu, sudah dibayar si anu” atau “Jangan pakai kamar yang
itu, sudah milik si itu” Ga asyik banget.
Baru-baru ini gue baca lagi bukunya John Perkins “Confession of
An Economic Hitman” yang membeberkan skenario dunia barat untuk membangun
kerajaan kapitalis dengan menaklukkan negara-negara seperti Indonesia, Panama,
Arab Saudi, dll. Gue juga baru nonton sebuah film dokumenter karya John Pilger “New Rulers of the World” (search youtube aja, thanks to @swertemc
for the tweet) yang menunjukkan betapa teganya kapitalis barat menindas negara2
berkembang untuk menjadi konsumen abadinya, dan yang lebih tega, pemimpin dan
pejabat-pejabat korup di negara2 berkembang itu yang rela menjual negaranya
demi profit pribadi.
Taktik negara2 maju itu sederhana, mirip dengan taktiknya drug dealer sebenarnya. Give em a ‘lil taste, and they’ll beg you
for more. Mereka tau keunggulan mereka di bidang ekonomi, teknologi,
pengetahuan dll, dan mereka tau karakteristik penduduk negara2 berkembang yang
konsumtif dan pengekor trend. Apapun yang “hype” di barat haruslah diikuti dan
ditiru. Masuklah mereka dengan menawarkan “kerjasama” bisnis saling
menguntungkan. Yang awalnya “kerjasama” berubah menjadi “kamu kerja sama saya”
dan kitapun terjebak dan terikat pada hutang segunung yang harus dibayar sampai
entah kapan.
Siapa yang salah? Banyak. Ga akan habis kalau bahas itu.
Siapa yang mulai? Nah ini seru.
Baik buku John Perkins maupun dokumenter John Pilger sama2
menunjuk pada 1 nama yang bertanggung jawab “menyambut” kapitalisme dan
“menggadaikan” negara ini kepada pihak asing.
H.M Soeharto. Presiden ke-2 Republik ini sejak bertahta di
tahun 1966 merobohkan semua tameng pelindung nasionalisasi yang dibangun di era
Soekarno. Berbeda dengan Bung Karno yang “mendamprat” pihak asing dengan
kalimatnya yang terkenal “Go to hell with
your aid” atau “Terus gue harus bilang wow dengan tawaran bantuan lo??”
Presiden Soeharto justru membuka lebar-lebar pintu gerbang Indonesia untuk
masuknya “investasi” asing yang akhirnya menyebabkan kita semua hidup dalam
rumah yang tergadai.
Bung Karno percaya walaupun berat dan lama, bangsa ini
sanggup mandiri tanpa tergantung siapapun. Dia melihat bahwa kita terlalu kaya
untuk berhutang. SDA kita sangat mumpuni untuk mau jadi negara semaju apapun.
Tinggal kita bersabar di pembangunan SDMnya. Pak Harto berpandangan lain. Pihak
asing dirangkul, proyek-proyek strategis seperti tambang, tambak, hutan, media,
jalan tol dibagikan ke anak-cucu dan kroni-kroninya, dan semua yang ada diluar
ring cendanapun gigit jari. Mencoba protes dan bersuara? Keselamatan jiwa Anda
tidak dijamin.
Gue sih lebih kepingin punya Presiden yang berani berpidato
sambil menggebrak mimbar di Sidang Umum PBB ketimbang nunduk-nunduk didepan
petinggi IMF atau World Bank atau World Trade Organization.
Sekarang kita sudah terbelit hutang bergunung-gunung. There’s no such thing as free lunch.
Ketika pihak asing masuk kesini tahun 60’an (mereka sampai bikin rapat besar di
Jenewa dimana semua industrialis AS dan Eropa hadir) mereka datang dengan
proposal kerjasama yang sangat rapi terencana. Rencananya adalah “membangun”
Indonesia dengan teknologi yang mereka sudah lebih dulu punya, dan memastikan
kita akan berhutang selama mungkin. Pembayaran hutangnya tidak selamanya dalam
bentuk uang, tapi juga kebijakan politik luar negeri, regulasi perdagangan, bahkan
posisi strategis di pemerintahan dan keberpihakan politik internasional. Itulah
sebabnya selalu sangat sulit untuk Indonesia bisa berperan aktif di percaturan
politik dunia. Penganut politik luar negeri “bebas aktif” yang sudah kehilangan
kebebasan dan keaktifannya karena sudah dibeli oleh negara donor. pemrakarsa
gerakan non blok yang memang sudah tidak bisa memihak blok manapun karena jelas
sudah dibeli blok barat.
Gue kagum sama Cina. Walau banyak dibenci negara-negara lain
karena arogansi dan kediktatorannya, tetapi dia ga minder sama barat. Cina
punya aturan sendiri, siapapun mau berbisnis disana ya harus ikut aturan main
disana. Itu baru prinsip. Cina berani menatap Amerika di matanya dan bilang “I got the ball, homie”. Kita? Ga tega
gambarinnya.
Yang bisa kita lakukan apa? Lets start simple. Bantu produk lokal untuk bisa berdiri sejajar
dengan serbuan brand-brand luar yang
punya kontrak dengan pabrik disini dan memperlakukan karyawannya dengan tidak
layak. Banyak pabrik disini (sebagian besar di Tangerang, Bekasi dan Karawang)
yang memproduksi produk pakaian dan sepatu untuk Nike, Adidas, GAP dll (GAP
adalah yang terbesar jumlah produksinya menurut John Pilger) dan membayar
karyawannya sangat rendah, tanpa lingkungan dan fasilitas kerja yang memadai.
Mereka bekerja bisa sampai 18 jam sehari saat kejar target ekspor di ruangan
beratap rendah tanpa AC/ventilasi. Tidak boleh ambil libur, dan tidak pernah
diberitahu hak-haknya oleh perusahaan. Serikat buruh disinipun belum sekuat dan
disegani seperti di Eropa misalnya. Bayangkan, untuk sepasang sepatu lari
seharga Rp.1.299.000 pengerjanya hanya dibayar kurang dari Rp.30.000 perhari.
Seandainya brand-brand lokal bisa sebesar mereka. Jutaan
pekerja bisa tertampung, dan bekerja untuk sebangsanya sendiri dan gue berharap
akan diperlakukan jauh lebih baik dari sebelumnya. Asal lo tau, sebagian
produk-produk internasional, termasuk yang lo beli saat lo jalan-jalan diluar
negeri, dibuat di Indonesia oleh buruh saudara2 sebangsa kita yang dibayar
sangat murah. Ayo besarkan karya-karya lokal, paksa dunia membeli produk kita
karena kita bagus! Ayo tebus lagi bangsa kita supaya anak-cucu bisa lahir di
negara tak berhutang. Gue ga munafik, gue juga masih punya dan akan tetap
membeli produk-produk brand luar
karena faktor kebutuhan. Tapi gue juga sudah mulai untuk memprioritaskan produk
lokal, dan selalu berusaha bantu mempromosikan produk lokal. Jangan bangga
membabibuta dengan nasionalisme sempit. Bangga jadi lokal bukan berarti lo
diharamkan menggunakan bahasa Inggris/asing. Realistis aja, 1 planet ngomong
pakai bahasa itu. Justru kita taklukkan mereka dengan bahasa mereka sendiri.
I’m Indonesian, man! And I’m proud J
PS: Shoutout to Indonesian women: You are the best!!
Sesuatu untuk dilihat: http://bit.ly/EFAproject28
Senin, 27 Agustus 2012
Kolaborasik
Kolaborasik
Sepertinya tulisan gue kali ini akan lebih panjang dari
biasanya, silakan bersiap-siap, atau tutup aja windownya dan cari hal lain yang lebih menarik J
Siapa yang sudah lihat video E.F.A Project yang baru
diunggah tepat pukul 00.00 tadi malam? Silakan lihat dulu bagi yang belum: http://bit.ly/EFAPROJECT
Ada link beritanya juga:
Mungkin bagi beberapa atau bahkan banyak orang hal diatas
tadi biasa saja, tidak ada yang istimewa. Sekumpulan musisi ngumpul terus
rekaman bareng, “lah emang udah kerjaannya bukan?” “Terus gue harus bilang “Wow
kau membuatku..Wow gitu?”
Buat gue project tadi adalah sesuatu yang besar, bahkan
terbesar dalam perjalanan karir yang memang belum seberapa ini. Sebelumnya lo
harus ngerti dulu bahwa sebagian besar musisi yang terlibat di E.F.A Project
adalah idola-idola dan pahlawan-pahlawan musik gue. I grew up listening to and wanna be like them. Bayangkan
menggilanya perasaan gue saat masuk ke studio dan bekerja bareng para idola gue
tersebut dan membantu mereka menyanyikan lagu yang gue tulis. Tidak ada kata
yang benar-benar pas menggambarkan isi hati gue saat itu. Ini lebay tapi asli.
Sejak mengawali karir gue sebagai bagian dari Saykoji di 2003,
sampai mulai bersolo karir di 2004, mengeluarkan album pertama (Facing Your
Giants) di 2008, gue selalu berusaha mengerjakan semuanya sendiri. Dari
memanajeri diri sendiri, menulis lagu sendiri, menentukan konsep album sendiri,
sampai mencari investor sendiri untuk album karena tidak mau dibatasi oleh cara
pikir label yang gue anggap bisa membatasi kreatifitas gue sebagai musisi.
Hasilnya? Hmm, coba gue Tanya berapa banyak yang punya album
pertama gue? Hmm, yang tau deh? Ga banyak kan, hehe ya iya orang gue tau persis
kok angka jualannya berapa. Target album sebagai perkenalan diri gue sebagai
musisi yang “beda” kepada masyarakat musik Indonesia sedikit banyak tercapai.
Target gue untuk bisa beli rumah…err, masih jauh banget :p
Kemudian datanglah hari itu dimana gue menerima sms yang gue
sangka adalah practical joke norak
dari salah satu teman gue yang sok mengaku sebagai Tohpati, produser bertangan
dingin dan salah satu gitaris kenamaan negeri ini, yang mengajak gue
berkolaborasi dengan salah satu artis penyanyi yang sedang ditanganinya.
Singkat cerita gue mengerjakan bagian gue di lagu itu, dan Tohpati memberi
kebebasan penuh untuk mencoba ide-ide gue di lagu itu. Pengalaman pertama
bekerjasama dengan seorang musisi-produser kaliber nasional. Hasilnya? Lagu
Nuansa Bening sukses melahirkan Vidi Aldiano sebagai penyanyi solo pria yang
kemudian menjulang namanya.
Gue belajar banyak hal dari proyek kolaborasi ini. Secara mainstream, guepun mulai dikenal orang.
Sebuah bonus menyenangkan setelah single Kuada Bagimu dari album FYG gagal
ditayangkan klipnya di acara TV pagi-pagi itu karena tersandung masalah
liriknya yang sebagian berbahasa Inggris walaupun mendapatkan radio chart dan airplay cukup tinggi (hela nafas)
I guess it was the
right song at the wrong time.
Setelah kolaborasi dengan Vidi, guepun mulai “ketagihan”
dengan yang namanya kolaborasi. Mulai dari kolaborasi dalam bentuk rekaman
(Cindy Bernadette, Barry Likumahuwa Project, YES Band, Pandji, Titi DJ, Bayu
Risa, Lea Simanjuntak, NSG Star, Alfred-Christmas Project) sampai on stage
collaboration (Afgan, Pasto, Tohpati, Kirk Whallum, Bubugiri, Mike’s, Pandji,
Rossa, Julia Perrez, Kotak, Beniqno, Ungu, EndahnRhesa, Kua Etnika, Kunokini,
Ras Muhamad, Saykoji, Iwa K, Lala Suwages, Glenn Fredly, Tompi-maaf kalau ada
yang ga kesebut)
Guepun akhirnya menyadari bahwa I’m a team player. Semua
olahraga yang pernah gue coba dari kecil, pada akhirnya yang gue suka dan
bertahan sampai sekarang hanyalah olahraga tim. Begitu juga dalam bekerja di
musik. Bahkan saat mengerjakan materi albumpun, terutama album kedua
(Dreambrave, 2011) gue sangat melibatkan tim musisi untuk mengaransemen
lagu-lagu yang gue tulis. This is what I
love doing and this is what I’m good at.
Sayangnya, positioning
gue sebagai rapper membuat ruang gerak gue terbatas. Orang-orang, termasuk di
industri musik, masih hanya melihat gue sebagai “rapper” saja yang hanya bisa
“ngerap” dan menulis lirik. Mereka lupa bahwa setiap reff/chorus yang bisa
dinyanyikan di semua lagu gue adalah hasil buatan gue yang buta instrumen ini.
Kesempatan mengembangkan potensi terbuka ketika datang tawaran dari sahabat gue
Irwan “Opung” Simanjuntak, salah satu produser musik bertangan dingin yang
menangani Project Pop, Glenn Fredly, Rio Febrian dll, untuk membantu dia mengerjakan
beberapa lagu milik sekumpulan remaja pria yang menamakan dirinya SM*SH. Sebuah
tawaran beresiko, karena gue berdekatan dengan komunitas yang rupanya tidak
terlalu bersemangat dengan apa yang dilakukan ketujuh remaja itu, tapi gue
sebagai musisi pecinta kolaborasi tanpa ragu mengiyakan tawaran itu. Kerjasama
itu berlanjut dengan proyek selanjutnya, 7iCONS dan ketika gue menulis lagu
untuk girlband anyar, BEXXA. Jujur, gue sangat menikmati sesekali berada di
belakang layar dan membiarkan ide-ide gue menyatu dengan kreatifitas artis yang
sedang bekerja bersama gue. The best feeling in the world, right after
performing on stage. Bocoran: Gue baru saja selesai menulis dan memproduseri
calon single terbaru Cindy Bernadette, judulnya “You Make Me Feel”, gue kerjain
bareng Dennis Nussy dan Mo Charizma dari Zero One.
Balik lagi ke E.F.A Project, ini adalah kolaborasi paling
ideal. Bekerja bersama orang-orang paling hebat dan paling asyik seIndonesia?
Siapa yang sanggup menolak! Melihat dari
dekat para jenius bekerja dengan brilian, gokil sob.
Project ini makin meyakinkan gue bahwa: Gue ga perlu punya
lagu yang sangat laku, gue mau punya lagu yang memberi pengaruh. Gue ga perlu
punya album yang laku jutaan keeping, tapi gue mau punya album yang menyentuh
jutaan hidup. Gue ga perlu ada di TV setiap pagi dilihat orang banyak, tapi gue
mau ada disana saat Indonesia butuh karya yang berdampak.
PS: Untuk semua sahabat di E.F.A Project: Gue makin
“ngefans” sama kalian J
Untuk
Indonesia: Terima kasih untuk inspirasinya, setiap hari.
Untuk yang
baca: Kok betah sih? Ini panjang lho..
Label:
ambon,
EFA,
Harapan,
kemanusiaan,
kolaborasi,
sosial
Rabu, 04 Juli 2012
Why Oh Why?
Why Oh Why?
JFlow
sudah dibeli. Uang bicara. idealis berganti realistis. Munafik. Plin-plan.
Semua ucapan diatas, sampai yang terlalu kasar untuk gue muat disini, datang
bertubi-tubi ke gue semenjak iklan kampanye pilgub Foke-Nara tayang di berbagai
media.
Gue
ngga menyalahkan pengirimnya, karena gue menghargai perbedaan pandangan dan
pikiran yang berujung pada pengambilan keputusan tiap orang yang pastinya akan
berbeda pula. Gue harap lo bisa memahami itu seperti guepun memahami opini lo
terhadap gue saat ini J
Sebelum
gue membeberkan alasan kenapa gue
memutuskan memberikan opini pribadi gue untuk ditayangkan secara luas
(catat, bukan mengajak siapapun untuk memilih atau mencoblos Foke-Nara),
ijinkan gue untuk mengajak kalian mencermati kata perkata yang gue ucapkan di
iklan kampanyenya.
“Awalnya gue ga terkesan, tapi setelah melihat data, fakta dan rencana kerjanya…okelah kita kasih satu
kesempatan lagi untuk Fauzi Bowo”
Kalimat
ini secara jujur dan (menurut gue) cukup gamblang menjelaskan alasan dibalik
keputusan gue. Dan berbeda dengan endorser lainnya, gue mengajukan syarat bahwa
kata-kata yang akan gue ucapkan didepan kamera haruslah kata-kata dari gue
sendiri dan ditampilkan utuh. Gue tidak membaca skrip apapun, teman-teman,
semua kata-kata itu murni berasal dari pemikiran gue. Bahkan ekspresi muka
guepun menunjukkan perasaan gue yang sebenarnya, bukan arahan sang sutradara
atau siapapun.
Foke
adalah satu-satunya Cagub yang mengundang gue secara personal untuk diajak bicara soal masalah Jakarta. Dia
juga satu-satunya yang mempersilakan gue berbicara mengeluarkan unek-unek gue
yang seabrek soal Jakarta, sebelum kemudian gantian menceritakan ide dan
rencananya.
Gue
ga senaif itu untuk menelan bulat-bulat setiap kata-katanya. Gue menyanggah,
mempertanyakan, bahkan menyudutkan dalam beberapa kesempatan. Ada nama-nama
yang cukup dikenal yang juga hadir dalam pertemuan itu yang tidak etis untuk
gue sebutkan disini tanpa persetujuan mereka. Foke tidak sempurna, bahkan jauh
dari itu. Tapi cuma dia yang memberi gue
kesempatan mendengar dan didengar secara langsung. Cuma dia yang
memungkinkan untuk suatu waktu kelak gue tagih realisasi programnya dan gue
“hajar” bila ingkar.
Mungkin
pilihan gue bukan yang terbaik menurut kebanyakan orang, tapi gue berprinsip gue lebih baik memilih yang bisa gue tagih.
Gue ga kenal secara pribadi dan mendalam dengan ke5 pasang kandidat lain. Bukan
salah mereka juga tidak mengajak gue bicara dan mengenal mereka lebih jauh. Ini
masalah pilihan, dan hidup menghadapi konsekuensinya.
Bila
ternyata pilihan gue salah, guepun akan menanggung apapun konsekuensinya.
Harganya mungkin akan sangat mahal. Mungkin karir, mungkin reputasi, mungkin
persahabatan dan pertemanan. Tapi seorang laki-laki harus bisa membuat
keputusan dan hidup dengan resikonya, seberat apapun itu.
I’m
on my own in this. Gue mohon tidak usah dikait-kaitkan dengan label atau nama
apapun yang menempel/ diasosiasikan dengan gue.
Gue
tulis ini bukan untuk mendapat persetujuan atau restu lo, just wanna set the
record straight.
Maaf
buat yang selama ini bertanya atau menyindir di twitter, baik mention maupun
(kebanyakan) no mention, dan tidak gue jawab. Gue ga mungkin menjelaskan ini
dalam 140 karakter, sama seperti gue ga berharap lo memahami pilihan gue dalam
beberapa menit kedepan. Cuma 1 yang gue mohon, percayalah, guepun menginginkan
yang terbaik untuk kota gue tercinta. With my own way, that is.
J
Langganan:
Postingan (Atom)